REPUBLIKA.CO.ID, Sejumlah negara telah meningkatkan status kewaspadaannya menyusul semakin meluasnya wabah virus corona atau covid-19. Bahkan Arab Saudi sampai mengeluarkan kebijakan untuk menutup sementara waktu kedatangan peziarah umrah maupun wisatawan dari luar Arab Saudi sebagai upaya pencegahan. Bagaimana sebaiknya seorang muslim menyikapi merebaknya virus Corona? Bolehkah seseorang yang terkena virus menular mematikan seperti corona bepergian?
Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis), KH Jeje Zaenuddin menjelaskan bagi orang yang beriman wajib menyikapi segala hal termasuk merebaknya virus Corona yang membuat jatuhnya banyak korban dengan berpijak pada keyakinan tentang qadha dan qadar Allah. Tujuannya, agar tidak menimbulkan ketakutan, kepanikan, kesedihan berlebih hingga putus asa ketika tertimpa malapetaka atau pun wabah penyakit. Namun demikian sebaliknya seseorang tidak boleh congkak dan takabur. Terlebih karena tidak terkena wabah.
Sebagaimana dituliskan dalam surat Al Hadid 22-23: "Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab Lauhul Mahfuzh sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri."
Menurut Kiai Jeje Islam telah memberi tuntunan yang sangat bijak dan adil terkait sikap yang harus diambil manakala terjadi wabah penyakit seperti wabah virus corona. Kiai Jeje menjelaskan dalam beberapa hadits disebutkan bahwa jika terjangkit wabah di suatu daerah maka orang yang ada di daerah tersebut jangan keluar dan orang dari luar jangan masuk ke daerah tersebut dalam upaya melokalisir wabah tersebut.
"Atas dasar alasan dan hikmah pelarangan itu untuk melokalisir, maka larangan tersebut tidak bersifat mutlaq haram pada setiap kasus dan keadaan. Bagi yang bermaksud berobat yang hanya ada di luar daerah tersebut boleh ke luar untuk berobat, demikian juga jika para dokter dan para medis yang ahli dibutuhkan untuk masuk ke daerah tersebut maka ia dibolehkan," kata Kiai Jeje kepada Republika beberapa waktu lalu.
Menurut Kiai Jeje, wabah penyakit menular berbahaya seperti corona yang mengancam keselamatan jiwa masyarakat secara luas termasuk situasi darurat. Kondisi darurat menyebabkan kerukhshohan atau dispensasi dan pengecualiaan pengecualiaan hukum dari kondisi normalnya. Sebab menurut Kiai Jeje hukum Islam mengandung aspek maqashid atau tujuan esensial dari suatu ketetapan hukum, yaitu tercapainya kemaslahatan atau kebaikan bagi kehidupan umat manusia.
Kemaslahatan itu kata Kiai Jeje melalui dua pendekatan, yaitu jalbul manafi' atau meraih atau mewujudkan segala yang baik dan manfaat bagi hidup manusia, dan daf'ul mafasid atau menolak segala kerusakan dan keburukan.
Menurut dia, ketika merajalela keburukan penyakit yang mengancam jiwa manusia, menjadi boleh menghentikan suatu ibadah yang sunnah atau menangguhkan suatu kewajiban. Seperti keputusan pemerintah Saudi yang menghentikan sementara pelayanan visa bagi umat muslim yang hendak melaksanakan umrah dari negara negara yang terjangkit virus corona demi melindungi keselamatan umat yang lebih luas.
Kiai Jeje mengatakan melindungi keselamatan jiwa manusia merupakan salah satu tujuan primer dari hukum syariat Islam. Maka dimana ada keterancaman keselamatan jiwa manusia, kamaslahatan di bidang yang lain harus diabaikan jika bertentangan dengan keselamatan jiwa, seperti kemaslahatan dan keuntungan materi, keutamaan-keutamaan ibadah sunnah, sampai pada kebolehan melanggar yang diharamkan. Kiai Jeje mencontohkan orang yang terancam keselamatan jiwanya karena kelaparan dibolehkan makan makanan yang diharamkan sebagai upaya darurat menjaga kelangsungan hidupnya.
"Dengan demikian, bagi orang yang terduga apalagi sudah divonis terkena virus yang membahayakan seperti Corona, maka ia wajib menahan diri dari bepergian agar tidak menimbulkan kerugian kepada pihak lain. Bahkan meskipun itu bepergian untuk haji dan umrah. Selain untuk bepergian menjalani pengobatan dan perawatan," katanya.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammad, Anwar Abbas menjelaskan dari hadits yang menjelaskan tentang wabah penyakit colera yang pernah menjangkit Syam dapat dipetik pelajaran bahwa kewajiban menjaga agar jangan sampai suatu penyakit yang berjangkit di suatu negeri menyebar ke negeri lain.
Oleh karena itu, menurut Buya Anwar orang yang ada di daerah tempat penyakit itu berjangkit tidak boleh keluar dari daerahnya. Sementara orang yang ada di luar daerah tersebut tidak boleh masuk ke daerah yang sedang dilanda penyakit itu. "Ketentuan ini sangat sesuai dan sejalan dengan sebuah prinsip yang sangat dihormati dalam islam yaitu la dharara wala dhirara. Kita tidak boleh menciderai orang lain dan orang lain juga tidak boleh menciderai kita. Ini tentu maksudnya adalah bagaimana dalam hidup ini kita harus bisa saling lindung-melindungi. Dan saling menyelamatkan serta tidak saling menciderai," katanya.