REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alkisah, suatu hari Nabi Isa AS dan seorang sahabatnya berjalan di tepi sungai. Keduanya memakan tiga potong roti.
Satu potong untuk Nabi Isa, satu potong untuk orang itu. Adapun sisa satu potong roti lagi untuk disimpan.
Namun, sesudah Nabi Isa pergi minum ke sungai dan kembali, beliau mendapati sepotong roti yang tersisa sudah tidak ada. Maka, beliau pun bertanya, “Siapakah yang telah mengambil sepotong roti sisa untuk disimpan ini?”
Sahabatnya itu menjawab, “Aku tidak tahu.”
Tiba-tiba, mereka melihat seekor rusa dan kedua anaknya. Nabi Isa AS menyuruh sahabatnya itu untuk menangkap anak rusa. Kemudian, hewan itu disembelih dan dimasak. Keduanya memakan sajian itu.
Sesudah itu, Nabi Isa AS memohon kepada Allah SWT agar anak rusa yang telah disembelih itu hidup kembali. Hiduplah ia atas izin Allah.
Nabi Isa bertanya kepada sahabatnya, “Demi Allah, yang memperlihatkan kepadamu bukti kekuasaan-Nya ini, siapakah yang telah mengambil sepotong roti yang disimpan itu?”
Jawab sahabatnya, “Aku tidak tahu.”
Mereka melanjutkan perjalanan. Sampailah keduanya di hutan belantara. Saat sedang duduk-duduk, Nabi Isa mengambil tanah dan kerikil, kemudian berkata, “Jadilah emas dengan izin Allah.”
Tiba-tiba, tanah dan kerikil itu berubah menjadi emas. Nabi Isa lantas membaginya jadi tiga bagian. Beliau berkata kepada sahabatnya, “Untukku sepertiga. Sepertiga lainnya, untukmu. Sepertiga sisanya untuk orang yang mengambil roti tadi.”
Sontak sahabat itu berseru, “Akulah yang mengambil roti itu!”
Nabi Isa berkata, “Ambillah semua bagian emas ini untukmu.” Maka, Nabi Isa berpisah, melanjutkan perjalanan seorang diri.
***
Waktu terus berlalu. Orang yang tadinya sahabat Nabi Isa itu kemudian didatangi dua orang perampok. Mereka akan membunuhnya.
Maka, orang itu mencoba bernegosiasi, “Lebih baik kita bagi tiga saja emas-emas ini.” Kedua perampok itu setuju.
Tengah hari, mereka mulai lapar. Seseorang menyuruh kawannya pergi ke pasar untuk berbelanja makanan.
Di pasar, orang yang sedang berbelanja itu timbul perasaan dalam dirinya. Ia berkata dalam hati, “Untuk apa kita semua membagi harta emas itu? Bukankah semuanya bisa untukku?"
Orang ini lalu berencana jahat. Makanan yang dibelinya kemudian dibubuhi racun. Tujuannya, agar dua orang yang sedang menunggunya mati. Kemudian, seluruh emas dapat diambilnya.
Sementara itu, dua orang yang sedang menunggu juga berpikir. "Untuk apa kita membagi tiga harta emas ini? Lebih baik jika ia datang, kita bunuh saja. Lalu, harta ini kita bagi dua!"
Saat orang yang berbelanja telah pulang, keduanya pun segera membunuhnya. Maka, harta yang ada dibagi dua bagian. Karena lapar, keduanya lantas makan dari belanjaan yang telah dibeli korban. Keduanya tak tahu makanan itu mengandung racun. Mereka pun mati.
Nabi Isa SAW berjalan di hutan dan mengetahui kejadian tersebut. Maka, ia pun berkata kepada pengikutnya, “Inilah perumpamaan dunia. Maka berhati-hatilah kalian kepadanya.”
Kisah tersebut cukup masyhur di kalangan pegiat atau pencinta tasawuf dan bersumber dari seorang ulama generasi tabi’in, Wahab bin Munabbih (34-110 H).