REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam adz-Dzahabi menulis kitab Al-Kabaair. Isinya berkenaan dengan puluhan dosa-dosa yang tergolong berat.
Sang penulis mendefinisikannya sebagai “segala hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya di dalam Alquran dan Sunah serta atsar dari salafusaleh.” Menurut dia, kaum Muslimin wajib mengetahui apa saja yang termasuk dosa-dosa besar. Dengan begitu, setiap Muslim dapat menghindarinya.
Dalam suatu hadits riwayat muttafaq ‘alaih, Nabi SAW bersabda, “Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan.” Dosa-dosa yang dimaksud beliau adalah syirik, sihir, membunuh jiwa yang haram untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar, memakan harta anak yatim, memakan harta riba, kabur dari medan perang, dan menuduh Muslimah baik-baik berzina.
Adz-Dzahabi, bagaimanapun, meyakini jumlah dosa besar tidak “hanya” tujuh, melainkan 70. Hal itu berdasarkan perkataan Ibnu Abbas, “Jumlahnya (dosa besar) mencapai 70 (perkara).”
Berikut adalah tiga dosa yang disebutkan paling akhir dari senarai dalam Al-Kabaair (terjemahan bahasa Indonesia oleh Penerbit Ummul Qura, 2014).
Rencana Jahat
Imam adz-Dzahabi mengutip firman Allah Ta’ala dalam surah Fathir ayat 43. Artinya, “Rencana yang jahat tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri.” Ajaran Islam mengecam perbuatan tipu muslihat. Ingatlah sabda Nabi SAW, “Rencana jahat dan tipu muslihat adanya di neraka” (hadits dinyatakan sahih oleh Albani).
Beliau juga berpesan, “Penghuni neraka ada lima—di antaranya—seseorang yang setiap pagi dan sore selalu menipumu terkait keluarga dan harta bendamu.”
Biasanya, pelaku rencana jahat terdorong oleh kedengkian terhadap targetnya. Adapun penipuan bertujuan mencari keuntungan dari kerugian orang lain. Di dunia, mereka boleh merasa menang. Akan tetapi, nasib mereka di akhirat telah ditentukan oleh Allah SWT.
Ulama al-Wahidi mengatakan, “Mereka (pelaku rencana jahat) diperlakukan seperti orang yang ditipu karena penipuan yang mereka lakukan (selama di dunia). Yaitu, mereka diberi cahaya seperti halnya cahaya yang diberikan kepada orang-orang mukmin, kemudian saat mereka berjalan di atas shirat, cahaya mereka padam dan mereka berada dalam kegelapan.”
Memata-matai Muslimin
Imam adz-Dzahabi mengutip hadits Hathib bin Abu Balta’ah. Ketika itu, Umar ingin membunuhnya sebagai tanggapan atas perbuatan yang ia lakukan. Akan tetapi, Nabi SAW melarang Umar karena Hathib dinilai termasuk dalam mereka yang ikut Perang Badar.
Dari peristiwa tersebut, dapatlah diambil pelajaran, aksi memata-matai dapat membahayakan kaum Muslimin. Apalagi, dalam situasi pertempuran, informasi kubu Muslimin jangan sampai bocor ke pihak lawan. Bila hal itu sampai terjadi, maka pelaku mata-mata telah berbuat keonaran. Perbuatannya begitu merugikan keselamatan umat Islam.
Mencela Sahabat Nabi
Begitu banyak kisah keteladanan para sahabat Rasul SAW. Yang terbaik di antara mereka, secara berturut-turut, adalah Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Pada fase dakwah, Nabi SAW banyak disokong kaum Muhajirin dan Anshar.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, yang berkata, “Sejumlah sahabat Rasulullah SAW mengadu, ‘Kami dicela.’ Rasulullah SAW kemudian bersabda, ‘Barangsiapa mencela sahabat-sahabatku, ia tertimpa laknat Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” Hadits ini dinyatakan sahih oleh al-Albani.
Dalam hadits lain, yang termaktub dalam Shahih al-Bukhari, Nabi SAW berpesan, “Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku karena demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, andaikan salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar Gunung Uhud, niscaya tidak akan menyamai satu mud atau separuhnya (infak mereka).”