REPUBLIKA.CO.ID, Kekalahan umat Islam pada Perang Uhud menjadi catatan tersendiri dalam sejarah.
Dalam suatu riwayat dikemukakan, pada peperangan di Gunung Uhud itu, gugur 64 orang dari kalangan Anshar dan enam orang dari kalangan Muhajirin, termasuk Hamzah, paman Rasulullah SAW. Semua prajurit Islam itu anggota tubuhnya dikoyak-koyak dengan kejam.
Bahkan, ketika Hindun bin Uthbah (istri Abu Sufyan bin Harb) melihat jasad Hamzah yang sudah tidak bernyawa, dihampirinya dengan penuh kebencian. Lalu, dia belah dadanya. Dia keluarkan jantungnya. Dia mengunyahnya dan menelannya.
Maka, berkatalah kaum Anshar, “Jika kami mendapat kemenangan, kami akan berbuat lebih dari apa yang mereka lakukan.” (HR At Tirmidzi dari Ubay bin Ka’ab).
Dalam riwayat lain, ketika Rasulullah berdiri di hadapan jenazah Hamzah, beliau berkata, “Aku akan bunuh 70 orang dari mereka sebagaimana mereka lakukan terhadap dirimu” (HR Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Kitab Ad Dalail dan Al Bazzar dari Abu Hurairah).
Apa yang diungkapkan kaum Anshar dan Rasulullah menyiratkan keinginan membalas dendam. Mereka saat itu beranggapan, yang dilakukan musuh telah melampaui batas peri kemanusiaan. Maka, menurut mereka, sepantasnya dibalas dengan balasan yang setimpal.
Kalau perlu, dibalas dengan balasan yang lebih kejam lagi. Akan tetapi, ternyata dalam pandangan Allah mendendam itu tidak sepatutnya dilakukan kaum Muslimin.
Allah berfirman, “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi, jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya, Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS an-Nahl [16] : 126 -128).
Menurut Ibnu Hishar, ayat-ayat tersebut diturunkan hingga tiga kali. Mula-mula, diturunkan di Makkah, lalu di Gunung Uhud, selanjutnya saat Fathu Makkah. Kandungan ayat itu juga sangat menarik. Dalam keadaan sesulit apa pun, kaum Muslimin diajarkan untuk bersabar.
Boleh jadi, dalam situasi seperti itu, bersabar akan terasa sangat berat. Tapi, Allah menjanjikan pertolongan. Dalam ayat lain ditegaskan, pertolongan Allah itu dekat. Karena itu, tidak perlu bersedih hati dan tidak perlu bersempit dada