REPUBLIKA.CO.ID, Ikan sekaligus bangkainya telah lumrah diketahui berstatus halal untuk dikonsumsi. Lantas, bagaimana hukum memakan darah ikan? Apakah darah ikan ikut menjadi halal ataukah dikategorikan sebagai suatu benda yang najis?
Sebagaimana diketahui, memakan daging ikan atau apa pun yang berasal dari laut dihukumi halal. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Maidah ayat 96, "Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan. Dan diharamkan atasmu menangkap binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram.”
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum mengonsumsi darah ikan. Sebagian ulama menganggapnya najis dan sebagian lain menganggapnya tidak najis.
Mengutip kitab Bidayat Al Mujtahid karya Ibnu Rusyd, ulama-ulama dari kalangan Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa hukum memakan darah ikan itu ada dua.
Pertama, menurut yang paling sahih, hukum memakannya adalah najis. Pendapat ini juga diamini oleh para ulama dari kalangan mazhab Imam Malik, Imam Ahmad, dan Imam Dawud.
Sedangkan, yang kedua, menurut ulama-ulama dari Mazhab Imam Abu Hanifah, memakan darah ikan hukumnya adalah suci. Sementara, pendapat ulama yang menghukumi makan darah ikan itu haram mengacu pada firman Allah SWT dalam Alquran Surat Al Maidah ayat 3 yang artinya, "Diharamkan atas kamu bangkai, darah..."
Ibnu Rusyd menerangkan, ayat tersebut menunjukkan atas keharaman darah yang mengalir. Darah yang tumpah akibat disembelih maupun yang tidak tumpah sama-sama haram.
Adapun penyebab timbulnya perbedaan pendapat ini di antara para ulama tentang darah ikan karena adanya pertentangan antara dalil umum dengan qiyas. Dalil umumnya mengacu pada firman Allah di kata "dan darah". Sedangkan, qiyas-nya adalah kemungkinan adanya darah yang diharamkan hanya berlaku untuk hewan yang haram bangkainya.
Dalam hal ini, para ulama ahli fikih mengemukakan sebuah hadis yang menakhsis ayat yang bersifat umum. Rasulullah SAW bersabda, "Uhillat lana maytatani wa damani." Yang artinya, "Dihalalkan untuk kita dua bangkan dan dua darah." Ibnu Rusyd meyakini, hadis tersebut tidak termuat dalam kitab-kitab hadis yang terkenal. Dari perbedaan pendapat yang ada di kalangan ulama mengenai hukum memakan darah ikan ini, para penganut mazhab tertentu boleh saja mengambil sikap satu di antara banyak hal yang disajikan.