Rabu 18 Mar 2020 22:50 WIB

Nasihat untuk Suami yang Pelit kepada Istri dan Keluarganya

Islam mengajarkan agar suami tidak pelit terhadap istri dan keluarganya.

Islam mengajarkan agar suami tidak pelit terhadap istri dan keluarganya. Ilustrasi suami istri.
Foto: Irsan Mulyadi/Antara
Islam mengajarkan agar suami tidak pelit terhadap istri dan keluarganya. Ilustrasi suami istri.

REPUBLIKA.CO.ID, Keluarga dibentuk atas dasar keimanan. Islam telah mengatur peran dan tanggung jawab masing-masing di dalam keluarga. Suami dan istri memiliki peran yang saling melengkapi.

Jika suami istri mendudukkan posisi sesuai porsi masing-masing, kehidupan keluarga akan berjalan harmonis. Setiap masalah yang datang bisa diselesaikan dengan baik dan tuntas.

Baca Juga

Salah satu kewajiban suami, yakni memberi nafkah kepada keluarganya. Baik nafkah lahir berupa materi dan nafkah batin. Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 233 berfirman “…Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan sesuai kadar kesanggupanya…” 

Dalam ayat lain Allah berfirman “...Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (QS An Nisaa [4]:34). 

Keutamaan suami yang menafkahi keluarganya juga sangat besar. Dalam hadis riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik kamu ialah yang paling baik terhadap istrinya.” Dalam hadis lain riwayat Muslim juga disebutkan satu dinar untuk nafkah pada keluarga jauh lebih baik dibanding satu dinar untuk jihad, sedekah, dan memerdekakan budak.

Syekh Yusuf Qaradhawi dalam Hady Al Islam Fatawi Mu’ashirah menyayangkan sikap kikir seorang suami dalam menafkahi keluarganya. Syekh Qaradhawi menulis seorang suami tak boleh bersikap kikir ataupun berlebihan dalam memberi nafkah. Hendaknya memberi nafakah sesuai kebutuhan dan kemampuan.  

Mengutip Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyebut nafkah seorang suami haruslah sedang. Tidak kikir, tidak pula israf (berlebihan). Sesuai dengan firman Allah SWT. “...Makanlah dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan...” (QS Al Araf [7]: 31). 

Ibnu Qudamah menerangkan cara memberi nafkah yang makruf merupakan ukuran yang mencukupi. Besaran nafkah tidak dijabarkan, namun diperkirakan cukup untuk menutupi kebutuhan. Bahkan, jika diperlukan besarannya, seorang hakim bisa menyebut ukuran nafkah yang disebut mencukupi. 

Misalnya, makanan pokok dan lauk-pauk sesuai adat kebiasaan di tempat tersebut. Bahkan secara khusus, Imam Syafi’i berkata jika kondisi miskin nafkah yang diberikan satu mud (sekitar 675 gram beras), ekonomi sedang 1,5 mud, dan orang kaya dua mud. Abu Hanifah menambahkan, orang kaya wajib memberi nafkah tujuh sampai delapan dirham per bulan. Jika ekonominya sulit, empat hingga lima dirham per bulan.  

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement