REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mehmet II melakukan berbagai strategi dan persiapan untuk melakukan pengepungan Konstantinopel. Al-Fatih kemudian mendirikan benteng besar di pinggir Bosporus yang berhadapan dengan benteng yang didirikan Bayazid. Benteng Bosporus ini dikenal dengan nama Rumli Haisar (Benteng Rumi). Benteng ini dijadikan sebagai pusat persediaan perang untuk menyerang kota Konstantinopel.
Setelah berbagai persiapan, pasukan Utsmani di bawah Al-Fatih kemudian melakukan pengepungan selama sembilan bulan. Pada 2 April 1453, Mehmet II menyatakan perang ke kota itu.
Seperti dikutip dari buku berjudul Berfikir Gaya Al-Fateh karya Muhammad Syaari Abdul Rahman, serangan Konstantinopel dimulai seusai shalat Jumat pada 6 April 1453, dengan tembakan yang dilepaskan oleh meriam raksasa. Meriam ini diciptakan oleh Sultan Mehmet II dengan bantuan seorang insinyur bangsa Hungaria bernama Urban. Meriam yang mampu menembak peluru seberat antara 800 pon hingga 1.200 pon, itu ternyata berhasil merobek benteng yang selama ini amat kebal terhadap berbagai serangan.
Selain meriam, Mehmet II juga mengerahkan 140 buah kapal perang dan 320 buah perahu dengan angkatan tentara berjumlah 150 ribu orang, termasuk 12 ribu pasukan khusus Janisari yang terlatih.
Upaya penaklukkan ibu kota Byzantium ini tidak mudah. Sebab setelah dua pekan serangan dilancarkan, kota itu masih mampu bertahan. Salah satu faktor kegagalan itu karena keterbatasan serangan yang dilancarkan dari darat.
Karena itulah, pada 21 April hingga 22 April, Mehmet II mengerahkan kapal perangnya agar diseret melalui Bukit Galata menuju ke Tanduk Emas (Golden Horn). Sehingga, serangan dilakukan dari laut agar lebih efektif. Dengan bantuan kayu bulat yang dihaluskan menggunakan lemak sapi, satu landasan diwujudkan guna memudahkan kapal itu diseret menaiki bukit.
Baca juga: Muhammad Al-Fatih, Sang Penakluk Konstantinopel