REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah 10 tahun berada di Yasrib, Nabi mengubah nama kota itu menjadi al-Madînah. Al-Madînah secara umum memang diartikan sebagai kota, tetapi sebetulnya al-Madînah itu mengandung makna peradaban, karena dalam bahasa Arab, peradaban itu adalah madanîyah atau tamaddun.
Dalam bahasa Arab, kata itu juga digunakan sebagai padanan perkataan Inggris civil. Misalnya, dalam bahasa Inggris ada istilah Civil Act (Undang-Undang Sipil), dalam bahasa Arabnya disebut Qânûn Madanî.
Dalam Ensiklopedia Nurcholish Madjid dijelaskan kata Madanîyah atau Madînah juga menjadi padanan dari perkataan Yunani polish, yang dari perkataan itu terambil perkataan politic, policy, police, dan sebagainya, yaitu ide tentang suatu kehidupan yang teratur.
Dalam bahasa Yunani, misalnya, ada ungkapan zoon politicon, bahwa manusia itu secara alami berpolitik. Dalam bahasa Arab disebut al-insân-u madanî-yun bi ‘l-thâb‘i (manusia itu berpolitik menurut nalurinya) bahwa tidak mungkin manusia tidak berpolitik dalam arti seluas-luasnya, bukan dalam arti sempit.
Perkataan madînah itu berkaitan dengan ide-ide semacam civility, civic, dan kemudian juga ide tentang politik. Kalau Nabi mengubah kota Yatsrib menjadi Madinah yang sering dipanjangkan menjadi Madînatun Nabî, maka itu artinya kota Nabi atau al-Madinah al-Nabawîyah, Kota Kenabian.
sumber: Ensiklopedia Nurcholish Madjid