Selasa 22 Nov 2022 23:28 WIB

Belajar Hidup Rukun Bertetangga

Seorang Muslim harus memahami hak dan kewajibannya dalam bertetangga.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Bertetangga
Foto: Pixabay
Ilustrasi Bertetangga

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menjadi seorang Muslim tidak hanya cukup menjalankan tugas menjalin hubungan dengan Allah semata. Umat Islam juga diharuskan menjalin hubungan terhadap manusia dalam dunia sosial. 

Namun demikian, hidup rukun dan damai tidak bisa berhenti di teori semata. Dalam praktik sehari-hari, hidup rukun serta damai haruslah terlaksana meski dalam realita tak semudah membalikkan telapak tangan untuk mewujudkannya. 

Baca Juga

"Seorang Muslim harus memahami hak dan kewajibannya dalam bertetangga. Sehingga kalau keduanya dilaksanakan dengan baik, kerukunan bisa terjadi bagi kita," kata Ustazah Khairunnisa dari Ponpes Nurun Najah saat dihubungi Republika, Rabu (16/11/2022). 

Ustazah Khairunnisa menjabarkan, terdapat hak dan kewajiban antara tetangga Muslim dengan Muslim lainnya. Begitu pun bertetangga antara Muslim dengan non-Muslim, meskipun--kata dia--hak dan kewajiban antara keduanya berbeda. Umat Islam yang bertetangga dengan non-Muslim, misalnya, memiliki hak Islam dan hak kebebasan beribadah. 

Dalam menunaikan hak bertetangga, Ustazah Khairunnisa mengatakan, seorang Muslim yang baik sudah seyogyanya memperhatikan etika bertetangga. Misalnya untuk tidak masuk terlalu jauh terhadap permasalahan tetangga yang sifatnya privasi. Namun begitu dia menekankan, umat Islam memiliki kewajiban terhadap Muslim lainnya untuk saling menasihati dalam kebaikan. 

"Jika dirasa perlu, ya tidak masalah kita memberikan masukan kepada tetangga Muslim kita. Misalnya tentang ibadah atau yang berkaitan dengan hak dan kewajiban tetangga," ujar dia. 

Islam menekankan ajaran kepada umatnya untuk senantiasa berhubungan yang baik dan sehat dengan tetangga. Misalnya di saat tetangga tertimpa musibah, kata dia, sudah sepatutnya umat Muslim membantu atau meringankan beban. Jika tetangga tertimpa musibah sakit, terbelit urusan ekonomi, atau pun ditinggal mati anggota keluarga, maka di sinilah peran umat Islam untuk masuk dan meringankan beban. 

Sikap-sikap tersebut dinilai dapat menjadi peredam tetangga yang memiliki sifat egois. Menurut Ustazah Khairunnisa, sikap baik yang ditunjukkan seorang Muslim terhadap tetangga Muslim/non-Muslim yang memiliki sikap egois bukanlah upaya percuma. Apabila hati tetangga tersebut masih dibayangi sikap egois, kata dia, setidaknya dengan berbuat baik maka seorang Muslim sudah mendapatkan pahala atas kebaikannya. 

"Tapi yang perlu diingat, apabila tetangga kita memang sikapnya egois, ya kita sudah merasa terganggu gitu ya, kita tidak boleh diam tanpa upaya. Kita boleh tegur dia agar jangan mengganggu, tapi tegur dengan cara yang baik," ungkapnya. 

Ustadz Das'ad Latif menambahkan, untuk menciptakan lingkungan yang rukun dan damai bertetangga, maka umat Islam jangan sekali-sekali mengambil hak tetangganya. Baik itu berupa materi maupun kebebasan beribadah antar-tetangga. 

"Jadi tetangga yang baik itu kita tidak boleh ambil hak tetangga kita," ujarnya. 

Lebih lanjut dia menekankan agar umat Islam dapat bertetangga dengan anjuran-anjuran agama. Yakni menjenguk tetangga yang sedang sakit, meringankan beban tetangga, ikut berbahagia apabila tetangga bahagia, dan tidak mengganggu tetangga dengan melanggar privasi atau pun hak hidup dan beragamanya. 

Rasulullah SAW bersabda, "Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya,". Sehingga ketika ada perintah untuk memuliakan tetangga, artinya umat Islam tidak boleh menghinakan tetangga dengan melanggar hak-haknya. 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement